Kamis, 01 Januari 2015

Upacara Bendera di Kota Apel



Hari Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus tidak lama lagi tiba. Murid-murid SD Kasih Bangsa di kota Batu Malang yang terkenal dengan buah apelnya, disibukkan dengan berbagai persiapan acara terutama upacara pengibaran bendera.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, petugas upacara dari kelas 6 dan mereka yang dipilih adalah petugas yang terbaik dari masing-masing kelas.
Di SD Kasih Bangsa ada 10 kelas 6, artinya ada 10 kandidat petugas.
Tiga sekawan, Ria, Rino dan Rere adalah tiga petugas bendera dari kelas 6A. Mereka sangat ingin mendapat tugas mengibarkan bendera merah putih pada acara 17 Agustus nanti.
"Keren yah, Re, jika kita bisa jadi petugas pengibar bendera pada upacara 17 Agustus nanti," kata Rino pada Rere.
"Iya, pakai baju putih-putih, peci dan syal merah putih. Seragamnya keren deh!" jawab Rere.
"Setelah itu kita bertiga berfoto deh....," kata Rino.
"Keren, keren," sambung Rere dengan mata berbinar-binar.
Sementara Rino dan Rere antusias berkhayal menjadi petugas pengibar bendera pada 17 Agustus, Rina hanya terdiam.
Rino dan Rere jadi kesal dan berkata, "Ria, kamu tidak tertarik?"
"Aku tertarik kawan, tapi saingan kita ada 9 tim, jadi kemungkinan terpilih hanya sepersepuluh, janganlah kalian terlalu bermimpi…," kata Ria.
"Ahhh, kamu...., kita pasti terpilih, Rino itu anak Kepala Sekolah, pastilah guru-guru memilih tim kita," kata Rere penuh percaya diri.
Ria hanya terdiam dan tidak mau berdebat dengan kedua teman baiknya ini, dia masuk kelas meninggalkan kedua temannya yang masih membahas pengibaran bendera.

Selang dua hari berikutnya, tibalah waktu diumumkannya nama petugas pengibar bendera 17 Agustus dan betapa terkejutnya Rere dan Rino, karena yang terpilih menjadi petugas pengibar bendera adalah Hasan, Husni dan Hilman dari kelas 6C, sementara dari kelas 6A hanya Karman yang bertugas menjadi dirijen.
"Hah, kita tidak terpilih!" teriak Rere sedih.
"Kita tanya bu guru, yuk, kenapa kita tidak terpilih?" ajak Rino.
"Jangan, ahhhh...," jawab Ria.
"Ria, Ria...., kamu dari awal memang sudah tidak niat, beginilah jadinya kita tidak terpilih," jawab Rere dengan kesal.
"Iya, gara-gara kamu tidak ikut berharap. Doa kita jadi tidak dikabulkan," tambah Rino.
"Mengapa kalian jadi menyalahkan aku....," jawab Ria sedih.
"Hmmmm, maaf Ria, aku tidak bermaksud begitu, tapi kami kesal karena kamu tidak kompak," balas Rino.
Ria sebenarnya juga sedih karena dia juga ingin menjadi petugas pada acara 17 Agustus nanti tapi jika semua jadi petugas maka tidak ada pesertanya, pikir Ria.
Ria mencoba menghibur diri dan juga kedua temannya tapi tidak berhasil dan sejak percakapan itu, Ria menjadi resah dan wajahnya tampak kusut.
Bunda Ria yang melihat putrinya tampak tidak ceria seperti biasanya mendekati Ria dan bertanya, ‘kamu sakit, nak?"
"Tidak," jawab Ria sambil menggelengkan kepalanya.
"Sedih karena ayah dan bunda belum sempat mengantar kamu main ke Batu Night Spectacular, yah?" tanya Bunda lagi.
Ria membalas pertanyaan bunda dengan gelengan kepala
"Lalu kenapa, anak bunda yang biasanya ceria jadi murung? Ada masalah di sekolah?" sambung bunda.
"Iya, bunda," jawab Ria.
Ria pun menceritakan semuanya dan bunda mengelus kepala Ria sambil berkata, "Sabar yah nak, tidak selamanya yang kita cita-citakan tercapai. Namun cita-cita itu tidak sempit."
Ria yang tertunduk mengangkat kepalanya lalu menatap bundanya dengan heran.
"Maksud bunda, kalian tidak harus menjadi petugas bendera untuk dapat merayakan 17Agustusan, kalian dapat melalukannya dengan cara lain," kata bunda.
"Cara lain...," Ria mengkerlingkan alisnya.
"Contohnya bunda," tanya Ria.
"Hmmmm, apa yah," bunda berpikir sejenak.
"Bagaimana kalau kalian membuat okestra yang mengiringi pengibaran bendera. Bukankan kelas kalian bulan lalu juara main suling dan angklung," kata bunda.
Ria pun berbinar-binar mendengar saran bundanya dan terbayang di pikirannya upacara akan menjadi lebih meriah dan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Iapun bertekat akan membujuk Rino dan Rere untuk bersama mengahadap ibu guru untuk mengusulkan okestra suling dan angklung untuk mengiringi upacara 17 Agustus nanti.
Keesokan harinya, Ria datang pagi-pagi sekali ke sekolah dan menunggu Rino dan Rere.
Saat mereka datang, Ria dengan tersenyum menyambut mereka, "selamat pagi, kawan."
"Pagi, Ria....kamu gembira amat sih," tanya Rere heran.
"Aku ada ide keren," jawab Ria.
"Ide jail yah?" tanya Rino.
"Ahhh, sejak kapan Ria menjadi anak jail nih...," kata Rere.
Ria menerangkan usulannya dan mengajak Rino dan Rere untuk mengusulkan ke bu guru Surti untuk mengadakan okestra suling dan angklung saat upacara bendera 17Agustus.
Rino dan Rere akhirnya terbujuk dan mereka menghadap bu Surti mengungkapkan ide mereka.
"Ide bagus sekali, nak," jawab bu Surti gembira.
"Wah...kita harus cepat-cepat latihan," sambung bu Surti gembira.
"Oh ya, tim okestra juga pakai seragam yang sama yah. Nanti ibu pesankan juga peci dan syal merah putih untuk tim okestra. Seluruh kelas 6A ikut yah dalam okestra ini," kata bu Surti.

Hari 17 Agustus yang dinantikan tiba, upacara berjalan hikmat dengan suasana yang berbeda mewarnai upacara bendera SD Kasih Bangsa tahun ini, pengibaran bendera tidak hanya diiringi suara nyanyian seluruh peserta upacara tapi juga okestra angkung dan suling yang dimainkan oleh Ria, Rino, Rere dan seluruh siswa siswi kelas 6A.
Ria, Rino dan Rere memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus dengan hati yang bangga menjadi anak Indonesia dan hati yang sejuk, sesejuk udara dan sesegar rasa apel malang khas kota kelahiran mereka, kota Batu Malang.


Oleh Kumala Sukasari Budiyanto

Jumat, 30 Agustus 2013

Satu Kata Dua Arti



Teni, Tuti, Tutut, Totok dan Tono adalah teman satu sekolah. Mereka berlima menamakan kelompoknya “Lima T” sesuai nama mereka berlima yang semuanya diawali huruf “T”. Setiap sore mereka berkumpul di rumah salah satu anggotanya secara bergiliran untuk belajar bersama dan bermain.
Pada suatu hari saat “Lima T” berkumpul di rumah Teni untuk mengerjakan pekerjaan rumah dari ibu guru, Tono berkata, “Ten, tolong kopi dong, aku mau memberikan ke teman-teman.”
“Ah apa, kopi?” jawab Teni sambil menulis.
“Iya kopi,” balas Tono.
Teni langsung beranjak dari tempat duduknya dan cepat-cepat hendak bergegas ke belakang.
“Ten, ini bukunya tidak dibawa?” tanya Tono.
“Lah, tidak usahlah, Ton. Biasanya juga aku membuat kopi untuk ayah tanpa membawa buku,” jawab Teni sambil menuju ke belakang rumah.
“Wah, teman-teman, kopi di rumah Teni hebat yah, dapat dibuat tanpa perlu bahan aslinya,” seru Tono kepada teman-teman lainnya.
“Ah masa?” kata Tuti.
‘Iya, tadi kamu tidak dengar apa yang dikatakan Teni,” jawab Tono.
Tuti agak bingung tapi karena sedang seru menyelesaikan tulisannya, Tuti tidak terlalu mempedulikannya.
Lima menit kemudian Teni datang membawa nampan berisi lima cangkir kopi yang harum sekali.
“Ini teman-teman kopinya. Sebenarnya kita anak-anak tidak boleh minum kopi, loh…. Tapi sekali-kali tidak apalah! Ini dicoba, kopi yang enak kesukaan ayahku,” kata Teni tersenyum.
“Ha…ha…ha…,” suara Tono menertawai Teni.
“Kenapa kamu tertawa sih….? Ada yang aneh?” tanya Teni bingung.
“Pantas saja tadi kamu menolak saat aku bilang kamu membuat kopi harus membawa buku, ha…ha…. Rupanya, kamu salah mengartikan, ha…ha….,” kata Tono.
“Maksud Tono kopi itu adalah membuat salinan buku ini,” Tutut menjelaskan.
Mereka semua tertawa karena Tono dan Teni memberikan arti yang berbeda pada kata yang sama. Mereka lalu teringat dengan  pelajaran bahasa Indonesia tentang satu kata yang memiliki dua arti, yang disebut dengan istilahnya ambigu.
“Teman-teman, selain kata kopi, apa kata lain yang ambigu?” tanya Tono mengajak teman-temannya bermain tebak-tebakan bahasa Indonesia.
“Bisa,” jawab Totok.
“Betul, bisa selain berarti racun ular juga berarti dapat melakukan,” jawab Tono.
“Ayo apa lagi? Apa lagi?” mereka saling bertanya-tanya.
“Ulangan,” jawab Teni.
“Betul kamu Teni. Ulangan dapat berarti ujian dan bisa juga berarti melakukan kembali hal yang sama,” sambung Tuti.
“Wah…wah…. hari ini belajar bersama kita jadi seru yah,” kata Tuti.
“Iya, iya, seru! Tapi yang lebih membuatku senang adalah  kekompakan dan saling pengertian dalam  kelompok “Lima T” ini, coba kalau tadi Tono dan Teni menjadi bertengkar saat mereka berdua mengartikan arti yang berbeda dari kata kopi tadi? Pasti kita sekarang tidak sedang asyik main tebak-tebakan seru ini,” jawab Totok.
Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto

Sabtu, 10 Agustus 2013

Brokoli Centil



Mama Toto selalu menyajikan sayuran pada setiap menu makanan Toto, tapi Toto tidak pernah mau memakannya karena menurut Toto rasa sayuran tidak lezat.
Sudah berbagai cara dilakukan mama Toto, misalnya sayuran dicampur dengan bakso kesukaan Toto tapi tetap saja tidak berhasil, Toto hanya memakan baksonya saja dan sayurannya dibiarkan tersisa.
Mama Toto sedih karena anak yang kurang makan sayuran akan kekurangan serat dan akibatnya Toto sering sembelit.
Mama Toto terus mencoba berbagai resep masakan agar Toto suka makan sayuran tapi belum berhasil berhasil.Melihat kegigihan mama Toto, para sayuran-sayuran menjadi terharu dan ingin membantu mama Toto mewujudkan harapannya.
Pada suatu pagi di dapur, para sayuran saling bercakap-cakap.
“Bro, kamu biasanya banyak ide,” kata sayur caisim kepada sayur brokoli.
“Iya…., ini lagi mikir,” kata sayur brokoli.
“Jamur shitake, kamu mau membantu aku tidak?” kembali brokoli berkata.
“Maksud kamu?” tanya jamur shitake.
“Aku mau memakai kamu sebagai topi sehingga aku akan tampak cantik saat dilihat Toto,” kata brokoli.
“Lalu…..? Lalu…..?” kata sayuran-sayuran lainnya tidak sabar menunggu brokoli mengungkapkan idenya.
“Aku harus pakai farhum (minyak wangi)!”, kata brokoli disambut tawa teman-teman sayuran.
“Biar Toto tertarik padaku,” sambung brokoli.
Semua sayuran sibuk mencari farhum yang cocok untuk brokoli, mereka mencoba farhum bawang putih, farhum saos tiram, farhum kecap asin dan juga farhum kaldu.
Mereka mencoba semua wangi farhum sampai pusing kepala karena semua wangi farhum tercampur saat mereka mencobanya.
“Teman-teman, pakai farhum harus satu saja, jangan dicampur-campur,” kata bunda kangkung.
“Betul itu,” kata sayur caisim.
“Bro, kamu suka farhum yang mana?” kata bunda kangkung.
“Ehhmm….ehhmm….,” suara sayur brokoli sambil berpikir.
“Aku suka farhum bawang putih dan saos tiram, bunda,” kata brokoli.
“Kalau begitu kamu variasikan saja, hari ini pakai farhum bawang putih, besok pakai farhum saos tiram,” kata bunda brokoli.
Setelah semuanya sepakat, para sayuran menemui mama Toto dan menyampaikan ide cemerlang mereka itu. Mama Toto setuju dan mulai membuat brokoli cah bawang putih dengan diberi hiasan topi dari jamur shitake pada beberapa kuncup brokoli.
“Toto, coba lihat apa yang mama buat,” kata mama kepada Toto.
“Wah, lucunya…,” kata Toto tertawa dan dia tampak lupa bahwa itu adalah sayuran.
“Harumnya enak,” kata Toto.
“Brokolinya centil, ma, pakai topi,” sambung Toto
Sejak saat itu, Toto suka makan sayuran dan menamakan sayur ini “brokoli centil”.

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto